Cari

Kamis, 13 Oktober 2016

Posted By : Muhammad Irfaan Yolanda
Kelompok       : 3
Anggota          :
1.      Bima Setya Aji                                                                                              (07)
2.      Malik Kamaludin Bazar                                                                                (18)
3.      Muhammad Ichbal                                                                                        (21)
4.      Muhammad Irfaan Yolanda                                                                           (22)
5.      Nurun Nubuwati                                                                                            (23)
6.      Safrida Alivia Sri Ananda                                                                             (26)
Puputan Margarana
Latar belakang munculnya puputan Margarana bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan perundingan linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Dijelaskan bahwa salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Dan selanjutnya Belanda diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali adalah untuk menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.
Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terlebih lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai untuk diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan.  Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa geram terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata pasukan  Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai  yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali. Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.
         Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba ditengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.
Pertempuran sengit pun tidak dapat dihndari. Sehingga sontak daerah Marga yang saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang tenang, berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan dan mendebarkan bagi warga sekitar. Bunyi letupan senjata tiba-tiba serentak mengepung ladang jagung di daerah perbukitan yang terletak sekitar 40 kilometer dari Denpasar itu.
Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan persenjataannya, tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih berfokus dengan pertahanannya dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya
Ciung Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.
Namun ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang sudah   terpancing emosi berubah menjadi semakin brutal. Kali ini, bukan hanya letupan senjata yang terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari pesawat udara. Hamparan sawah dan ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang pembantaian penuh asap dan darah.
Perang sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti Ngurah Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana. Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting tonggak perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan Bangsa.
Peristiwa Unik dalam Perang Puputan Margarana
            Perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia terjadi di Bali tahun 1946 dibawah pimpinan Gusti Ngurah Rai.Tepatnya pada 20 November 1946 terjadilah pertempuran habis-habisan antara pasukan pejuang Republik Indonesia bernama Pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai melawan kaum penjajah Belanda,di Banjar Kelaci, Desa Marga. Pertempuran ini terkenal dengan nama Perang Puputan Margarana. Puputan, dalam bahasa Bali, berarti “habis-habisan”, sedangkan Margarana berarti “Pertempuran di Marga”; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali. 
Dalam perang  tersebut I Gusti Ngurah Rai dan seluruh 1371 pasukannya gugur di medan tempur melawan penjajah Belanda yang bersenjata lebih lengkap dan berjumlah lebih banyak. Untuk mengenang jasa mereka, pemerintah Propinsi Bali membuat sebuah monumen di daerah Tabanan Bali, yang dinamakan Taman Pujaan Bangsa Margarana, di Kabupaten Tabanan, Bali.



Monumen ini beridiri di atas tanah seluas 9 hektar sejak bulan November 1954. Sebuah nisan dari Kolonel I Gusti Ngurah Rai nampak berada paling depan dengan membelakangi ribuan nisan pahlawan lainnya yang diketahui sebagai anggota pasukan Ngurah Rai yang dikenal dengan sebutan Ciung Wanara.

Total terdapat sebanyak 1.372 batu nisan dari para pahlawan yang gugur dalam Perang Puputan atau perang sampai titik darah penghabisan.


Diabadikan dalam uang
Ribuan nisan ini berisikan nama-nama pahlawan yang gugur dalam  perang Puputan Margarana. Dalam perang  Puputan Margarana yang terjadi pada 20 November 1946, Kolonel I Gusti Ngurah Rai  dan ribuan pasukannya tewas saat bertempur melawan Belanda dengan senjata yang lebih lengkap dan jumlah pasukan yang lebih banyak.

"Di tempat I Gusti Ngurah Rai ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, pemerintah membuat simbol dengan membuatkan monumen setinggi tujuh belas meter, dengan anak gapura sebanyak delapan, dan anak tangga berbentuk angka 45. Simbol dalam monumen yang dibuat sesuai momentum kemerdekaan Indonesia yakni 17-08-1945," jelas I Gede Putu Ardiasa, pengelola Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana. 
  

I Gusti Ngurah Rai dan beberapa komandan Ciuang Wanara
Selain batu nisan dan monumen, untuk mengenang jasa para pahlawan yang ikut berperang melawan penjajah guna memperjuangkan kemerdekaan republik Indonesia, di monumen nasional Taman Pujaan Bangsa Margarana juga terdapat tempat penyimpanan senjata dan alat alat perang lainnya milik I Gusti Ngurah Rai dan pasukan berani matinya, Ciung Wanara.



Presiden Soekarno berziarah ke makam pahlawan (alm) I Gusti Ngurah Rai di dampingi 3 putra dan istri (alm) di taman makam pahlawan Margarana Tabanan Bali tahun1950.

Untuk menghormati jasa-jasa beliau, nama I Gusti Ngurah Rai juga kemudian diabadikan menjadi nama airport satu-satunya di Bali dan juga jalan utama di Bali. Tidak lupa juga terdapat event di mana setiap tanggal 20 November terdapat upacara penyerahan surat sakti yang dilakukan oleh pasukan ciung wanara yang dilakukan oleh siswa-siswa di Bali. Kemudian dari tanggal 19 – 21 November, di mana pada malam harinya terdapat carnival untuk memeriahkan hari peringatan Puputan Margarana.
Sejarah Singkat Perjuangan Pasukan-M di Bali.
Pendaratan Sekutu di Bali dimulai pada Oktober 1945 di Kota Singaraja di utara Pulau Bali. Terjadi insiden penurunan bendera Merah Putih yang memancing kemarahan pemuda setempat. Bendera Belanda Merah Putih Biru dikibarkan di pelabuhan Singaraja. Kementerian Penerangan dalam Buku Republik Indonesia Propinsi Sunda Ketjil mencatat, para pemuda membalas merobek bagian biru bendera triwarna sehingga menyisakan Merah dan Putih. Pihak NICA membalas dengan membuka tembakan ke arah para pemuda. Seorang pemuda bernama Merta tewas dalam insiden tersebut. Situasi di Singaraja pun memanas.
Pendaratan besar-besaran tentara Sekutu dan Belanda di Pulau Bali terjadi tanggal 2 Maret 1946. Pramoedya Ananta Toer mencatat dalam Kronik Revolusi Indonesia Jilid II, sebanyak 2.000 prajurit Sekutu mendarat. Komponen pasukan yang mendarat di Pantai Sanur adalah serdadu Inggris, Belanda, dan NICA-Indonesia. Turut mendarat di sana para tokoh Bali pro-Belanda seperti bekas Asisten Residen Denpasar, Kontrolir Klungkung, dan Kepala Distrik Denpasar.
Saat Sekutu dan Belanda mendarat di Bali, Overstee (Letkol) I Gusti Ngurah Rai sebagai perwira tertinggi Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk Sunda Kecil sedang berada di Jogjakarta guna  berkonsultasi dengan Markas Besar TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara menghadapi Belanda. Pendaratan Sekutu dan Belanda berlanjut hingga tanggal 3 Maret 1946.
Melihat gerak maju pasukan Sekutu dan Belanda di Bali, maka diperintahkanlah untuk menyiapkan serangan di Bali oleh Resimen Sunda Kecil. Semula OversteeNgurah Rai meminta persenjataan dari Markas TRI di Jogjakarta. Namun, akhirnya diputuskan dikirim Pasukan Kapten Markadi dan Pasukan Kapten Albert Waroka. Mereka dikenal secara umum sebagai “Pasukan-M” yang menggelar operasi amfibi pertama TNI melintasi Selat Bali dari titik keberangkatan Banyuwangi ke pantai barat Pulau Bali di sekitar Jembrana.
Keterlibatan Pasukan-M pimpinan Kapten Markadi dalam ekspedidi lintas laut Banyuwangi-Bali guna mengusir pasukan Belanda bukanlah perkara mudah, namun penuh heroisme, bahkan harus dibayar dengan darah dan air mata. Ekspedisi tidak saja berhasil mengawal Komandan Resimen TKR Sunda Kecil Overstee I Gusti Ngurah Rai ini kembali ke Bali, akan tetapi merupakan embrio perang rakyat semesta mampu menyatukan kekuatan TKR Laut, Darat, badan-badan perjuangan, para nelayan serta rakyat Bali sekaligus berhasil menggerakkan semangat perjuangan rakyat Bali.
Sosok Kapten Markadi yang cerdas, berani, pantang menyerah, dan rendah hati tidak akan pernah hilang begitu saja dalam memori kolektif masyarakat Bali. Perjuangan dan cita-citanya tidak akan pernah padam dan akan terus bergelora untuk kepentingan tanah air, bangsa dan negara.

Dampak Pertempuran Puputan Margarana

Dampak dari perang ini ada banyak orang yang meninggal dan akhirnya Belanda menguasai wilayah itu. tetapi tetap saja apa yang dilakukan I Gusti Ngurah Rai adalah hal yang benar karena lebih baik mati setelah berjuang habis-habisan daripada tidak berusaha sama sekali. Walaupun dengan melakukan peperangan ini I Gusti Ngurah Rai harus mengorbankan banyak pasukannya bahkan  dirinya sendiri.

1 komentar:

  1. 8x , 9x , 10x BONUS WIN BERUNTUN

    Syarat dan ketentuan :
    ♣ Promoo ini hanya bagi member bolavita yang mendapatkan kemenangan 8x-10x berturut-turut tanpa kalah
    ♣ Minimal bet untuk setiap pertandingan adalah Rp 20.000 untuk hadiah bonus 8x win
    ♣ Minimal bet untuk setiap pertandingan adalah Rp 50.000 untuk hadiah bonus 9x & 10x win
    ♣ Bebas pada arena maupun
    ♣ Tidak boleh ada draw ataupun kalah
    ♣ Claim bonus harus dilakukan pada hari yang sama

    Untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi kami via livechat ataupun :
    ✔ WA / TELEGRAM : +6281297392623

    BalasHapus