Posted
By : Muhammad Irfaan Yolanda
Kelompok
: 6
Anggota
:
1.
Ahza Arzanul Haq (01)
2.
Fuskha Nur Islami (11)
3.
Muhammad Irfaan Yolanda (22)
4.
Safrida Alivia Sri Ananda (26)
PEMBERONTAKAN PRRI-PERMESTA
Sejarah Latar
Belakang Pemberontakan PRRI dan Pemesta
Pemberontakan
PRRI dan Permesta dilatarbelakangi oleh pertentangan antara pemerintah pusat
dan daerah mengenai otonomi, serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah. Sikap ketidakpuasan mereka didukung oleh sejumlah panglima angkatan
bersenjata.
Pemberontakan
PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia)
Gerakan rakyat
Sumatra yang tergabung dalam Pemberontakan PRRI ini berawal dengan adanya
pembentukan dewan-dewan daerah yang melibatkan beberapa panglima angkatan
bersenjata.
Berikut ini dewan-dewan daerah
yang terbentuk.
1. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dibentuk
oleh Letnan Kolonel Achmad Husein pada tanggal 20 Desember 1956.
2.
Dewan Gajah di
Medan yang dibentuk oleh Kolonel Maludin Simbolon pada tanggal 22 Desember
1956.
3.
Dewan Garuda di
Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Barlian pada pertengahan
Januari 1957.
Pada tanggal 10
Februari 1958, Achmad Husein mengadakan rapat raksasa di Padang dan
mengeluarkan ultimatum pada pemerintah pusat.
Berikut ini adalah bunyi
ultimatum tersebut.
1.
Dalam waktu
5x24 jam Kabinet Djuanda harus
mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya kepada presiden.
2.
Mendesak
Presiden Soekarno agar menugaskan Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX
untuk membentuk zaken kabinet.
3.
Meminta kepada
Presiden Soekarno supaya kembali kepada kedudukannya sebagai presiden
konstitusional.
Namun,
ultimatum tersebut tidak dihiraukan oleh pemerintah pusat. Akhirnya, pada
tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan “Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai
perdana menteri.
Dengan proklamasi ini, PRRI memisahkan diri dari pemerintah pusat.
Untuk mengatasi pemberontakan PRRI, pemerintah pusat dengan tegas mengambil
tindakan dengan operasi militer yang melibatkan angkatan darat, angkatan laut,
dan dibantu oleh rakyat setempat.
Operasi gabungan ini meliputi beberapa operasi penting berikut ini.
1.
Operasi 17 Agustus, yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani dengan
tugas menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Barat.
2.
Operasi Sapta Marga, yang dipimpin oleh Brigjen Jatikusuma dengan
tugas menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Utara.
3.
Operasi Sadar, yang dipimpin oleh Letkol Ibnu Sutowo dengan tugas
menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Selatan.
4.
Operasi Tegas, yang dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution dengan
tugas menumpas pemberontakan PRRI di daerah Riau.
Secara berangsur-angsur, satu per satu tokoh-tokoh pemberontak
dapat ditangkap dan wilayah pemberontakan dikuasai. Pada tanggal 29 Mei 1958,
Achmad Husein dan pasukannya menyerah.
Dengan demikian, berakhirlah pemberontakan PRRI yang mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)
Proklamasi PRRI yang diumumkan pada 15 Februari 1958 di Padang,
ternyata mendapat sambutan hangat dari rakyat Indonesia bagian Timur.
Para tokoh militer di Sulawesi mendukung PRRI di Sumatra dan pada
tanggal 17 Februari 1959 Letkol. D.J. Somba (Komandan Daerah Militer Sulawesi
Utara dan Tengah) mengeluarkan pernyataan untuk memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat dan mendukung PRRI.
Kemudian sekelompok militer tersebut kemudian membentuk gerakan
yang dinamakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) pada 2 Maret 1957 di
Makasar. Gerakan Permesta ini dipimpin oleh Letkol. Ventje Sumual.
Untuk menghancurkan gerakan yang nyata-nyata bersifat separatis
ini, pemerintah pusat mengirimkan pasukan TNI dan menggelar operasi militer yang
dinamakan Operasi Merdeka. Operasi ini dipimpin oleh Letkol.
Rukminto Hendraningrat. Dalam pelaksanaan operasi ini, diketahui
ternyata Permesta mendapat bantuan dari negara asing.
Hal ini terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan A.L.
Pope (warga negara AS) pada tanggal 18 Mei 1958 di Ambon. Akhirnya, pada bulan
Agustus 1958, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan.
Peristiwa Pemberontakan PRRI dan Permesta Tahun 1958
Berikut ini merupakan pembahasan tentang peristiwa pemberontakan
PRRI dan Permesta pada tahun 1958, pemberontakan permesta, tujuan pemberontakan
prri-permesta, penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin.
Pemberontakan PRRI
Pemberontakan PRRI dan Permesta berhubungan satu sama lain.
Pemberontakan PRRI dan Permesta terjadi di tengah-tengah situasi politik yang
sedang bergolak, pemerintahan yang tidak stabil, masalah korupsi,
perdebatan-perdebatan dalam konstituante.
Penyebab langsung terjadinya pemberontakan adalah pertentangan
antara pemerintah pusat dan beberapa daerah mengenai otonomi serta perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah.
Semakin lama pertentangan itu semakin meruncing. Sikap tidak puas
tersebut didukung oleh sejumlah panglima angkatan bersenjata.
Pada tanggal 9 Januari 1958, diadakan suatu pertemuan di Sungai
Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan itu dihadiri tokoh-tokoh militer dan sipil.
Tokoh-tokoh militer yang hadir, antara lain: Letkol Achmad Husein,
Letkol Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli
Lubis.
Tokoh-tokoh sipil yang hadir antara lain: M. Natsir, Sjarif Usman,
Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara. Dalam pertemuan tersebut
dibicarakan masalah pembentukan pemerintah baru dan hal-hal yang berhubungan
dengan pemerintah baru itu.
Pada tanggal 10 Februari 1958 diadakan rapat raksasa di Padang.
Letkol Achmad Husein memberi ultimatum kepada pemerintah pusat yang isinya
sebagai berikut.
1. Dalam waktu 5 x 24 jam
Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada Presiden atau Presiden mencabut
mandat Kabinet Djuanda.
2. Meminta Presiden
menugaskan Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk kabinet
baru.
3. Meminta kepada Presiden
supaya kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden konstitusional.
Ultimatum tersebut ditolak. Letkol Achmad Husein, Kolonel Zulkifli
Lubis, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Simbolon dipecat.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamirkan
berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Proklamasi itu
diikuti dengan pembentukan kabinet.
Kabinet itu dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana
Menteri. Pusat PRRI berkedudukan di Padang.
Dengan proklamasi itu, PRRI memisahkan diri dari pemerintah pusat.
Proklamasi PRRI diikuti Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Penumpasan Pemberontakan PRRI
Untuk mengatasi gerakan ini, TNI melancarkan operasi gabungan AD,
AL, dan AU dikenal dengan nama Operasi 17 Agustus. Operasi ini dipimpin oleh
Kolonel Akhmad Yani. Di Sumatera Utara, Operasi Sapta Marga dilaksanakan di bawah
pimpinan Brigadir Jenderal Jatikusumo.
Di Sumatera Selatan, Operasi Sadar dipimpin Letnan Kolonel Dr. Ibnu
Sutowo. Tujuan operasi militer ini adalah menghancurkan kekuatan pemberontak
dan mencegah campur tangan asing.
Berangsur-angsur wilayah pemberontak dapat dikuasai. Pada tanggal
29 Mei 1958, Achmad Husein dan pasukannya secara resmi menyerah. Penyerahan
diri itu disusul para tokoh PRRI lainnya.
Pemberontakan Permesta
Para tokoh militer di Sulawesi mendukung PRRI di Sumatera. Pada
tanggal 17 Februari 1958, Letkol D.J. Somba (Komandan Daerah Militer Sulawesi
Utara dan Tengah) memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung
PRRI.
Para tokoh militer di Sulawesi memproklamasikan Piagam Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta). Pelopor Permesta adalah Letkol Vence Sumual.
Pemberontak Permesta menguasai daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
Untuk menghancurkan gerakan ini pemerintah membentuk Komando
Operasi Merdeka. Misi ini dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat. Pada
bulan April 1958, Operasi Merdeka segera dilancarkan ke Sulawesi Utara.
Ternyata dalam petualangannya, Permesta mendapat bantuan dari pihak
asing. Hal ini terbukti saat ditembak jatuhnya sebuah pesawat pada tanggal 18
Mei 1958 di atas Ambon. Ternyata pesawat itu dikemudikan A. L. Pope seorang
warga negara Amerika Serikat.
Di bulan Agustus 1958 pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan
walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961. Pemerintah memberi
kesempatan kepada pengikut PRRI/Permesta untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Pemberontakan PRRI dan Permesta - Penyebab langsung pemberontakan
PRRI/Permesta adalah adanya hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah terutama di Sumatra dan Sulawesi mengenai masalah
otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Sikap tidak
puas tersebut mendapat dukungan dari sejumlah perwira militer. Para panglima
militer itu membentuk dewan sebagai berikut.
a. Dewan Banteng dibentuk tanggal 20 Desember 1956 di Sumatra Barat
oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah dibentuk tanggal 20 Desember 1956 di Sumatra Barat
oleh Letnan Kolonel Maludin Simbolon.
c. Dewan Garuda dibentuk pada pertengahan bulan Januari 1957 oleh
Letnan Kolonel Berlian.
d. Dewan Manguni dibentuk pada tanggal 17 Februari 1957 di Manado
oleh Mayor Somba.
Kemudiann para tokoh militer dan sipil pada tanggal 9 Januari 1958
mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatra Barat. Dalam pertemuan tersebut
dibicarakan masalah pembentukan pemerintah baru dan hal-hal yang berhubungan
dengan pemerintah baru tersebut.
prri/permesta
prri/permesta
Pada tanggal 15 Februari 1958, Letnan Kolonel Ahmad Husei
memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
dengan Perdana Menteri Syafruddin Prawiranegara.
Untuk menghadapi pemberontakan PRRI, pemerintah melakukan Operasi
17 Agustus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani. Tujuan operasi ini
adalah untuk menghancurkan kekuatan pemberontak dan mencegah campur tangan
asing.
Sementara itu, setelah dibentuk Dewan Manguni, para tokoh militer
di Sulawesi memproklamasikan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Proklamasi di Sulawesi dipelopori oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual Panglima
Wirabhuana. Permesta kemudian bergabung dengan PRRI.
Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah malakukan operasi
militer gabungan yang bernama Operasi Merdeka dimpimpin oleh Letnan Kolonel
Rukminto Hendranigrat. Operasi menumpas Permesta ini sangat kuat karena musuh
memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat yang terbukti dengan
ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh
Allan L. Pope seorang warna negara Amerika Serikat.
Pesawat itu ditembak pada tanggal 18 Mei 1958 di atas kota Ambon.
Pada bulan Agustus 1958, pemberontakan Permesta baru dapat ditumpas. Kemudian
pada tahun 1961, pemerintah membuka kesempatan kepada sisa-sisa pendunkung
Permesta untuk kembali ke Republik Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar