Posted By Muhammad Irfaan Yolanda
Kelompok :
1.
Annina
Hurriyyati Tanzil (02)
2.
Bagaskara
Dwi Wahyu Jati (06)
3.
Muhammad
Ardhian Nurul Falah (20)
Kelas : XII IPS 2
PEMBERONTAKAN
REPUBLIK MALUKU SELATAN (RMS)
Pada
tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok
orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah
Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia
Timur. Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin
memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara
sendiri yang terpisah dari wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang
mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis.
Akan tetapi, setelah upayanya untuk melarikan diri, akhirnya dia berhasil
meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga dapat
memindahkan anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
1.
Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS
Pemberontakan
Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka
tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa
(NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa
bahwa status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Keberhasilan
anggota APRIS mengatasi keadaan yang membuat masyarakat semakin bersemangat
untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali
masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa hambatan yang
diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan kepada masyarakat, terlebih
setelah teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu dengan
pasukan KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh seorang
kapten bernama Raymond Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di
daerah Bandung. Aksi teror yang dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan
korban jiwa karena dalam aksi terror tersebut terjadi pembunuhan dan
penganiayaan. Benih Separatisme-pun akhirnya muncul. Para biokrat pemerintah
daerah memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI
akan menimbulkan bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan
untuk menghindari dan waspada dari ancaman bahaya tersebut.
Pada
tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap parlemen
NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan akhirnya
kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan
pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan
berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para
anggotanya tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah
Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan yang berlangsung
di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan supaya daerah
Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh
anggota dewan yang berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul
tersebut ditolak karena anggota dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan
proklamasi kemerdekaan di Maluku Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku
Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J. Manuhutu terpaksa hadir pada rapat
kedua di bawah ancaman senjata.
2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku
2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku
Pemberontakan
RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk
melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai
yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu
melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk
memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang
proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat
yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang
menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan
dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh
Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden
dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas
Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B
Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane,
Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Pada
tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS
untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei
1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan.
Pada tanggal 9 Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan
Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang
tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale,
dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor
Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system
dari KNIL.
3.
Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku
Dalam
upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara
berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi
perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena.
Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi
perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus,
dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung dengan pengikut Soumokil.
Karena
upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya
pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan
mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh
seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara
dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi
militer, penumpasan pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14
Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa
Negara Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September,
pasukan militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah
Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai
termasuk benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh
pasukan militer tersebut.
Dengan
jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini membuat
perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada tanggal 4
sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS
beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H
Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram,
Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda.
Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan
pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi hukuman tehadap :
- J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun
- Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di
jatuhi hukuman 5 Tahun
- D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi
hukuman 4 ½ Tahun
- J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman
selama 4 ½ Tahun
- G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman
selama 5 ½ Tahun
- Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman
selama 4 ½ Tahun
- J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi hukuman
selama 5 ½ Tahun
- D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi hukuman
selama 5 ½ Tahun
- Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi
hukuman selama 3 Tahun
- F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi hukuman
selama 4 Tahun
- T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi hukuman
selama 7 tahun
- D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman
selama 10 Tahun
Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia
masih bertahan di hutan-hutan yang berada di pulau Seram sampai akhirnya
ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke
meja hijau. Selama persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia bisa berbahasa
Indonesia, namun pada saat itu ia selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga pada
saat persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu
persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya
dijatuhi hukuman mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan
berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah
Utara Kota Jakarta.
Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri
di pengasingan di Negeri Belanda. Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia
menjadi presiden RMS pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans
Tutuhatunewa sampai tahun 2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.
4.
Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku
Pada
Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di
gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan
oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti kelompok
Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas
kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.
Pada
tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan
acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang
ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut
dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap tidak
sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku
beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku karena melakukan penangkapan dan
penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator dan pelaksana
pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus
dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS
di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada
di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah
sebuah konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
Tidak
cukup dengan aksi tersebut, Anggota RMS kembali menunjukkan keberadaannya
kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan untuk meminta
pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang
Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan
terhadap 93 aktivis RMS. Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana
pada saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga
Nasional yang berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, pada saat penari
Cakalele masuk ke dalam lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk
mengibarkan bendera RMS di hadapan presiden SBY.
5.Hal
unik yang mewarnai peristiwa RMS
Saat ini Tahun
2014, RMS masih
berdiri, dengan pemerintahannya di Belanda. RMS mendirikan pemerintahan di
Belanda dengan mengharap bantuan Belanda untuk memperjuangkan kedaulatannya di
Kepulauan Maluku. Hal itu berkaitan dengan peristiwa November 1950 dimana
pertahanan RMS dapat dikalahkan pemerintah Indonesia dan pada tahun 1963,
sebanyak 12.000 pendukung RMS pindah ke Belanda untuk mendirikan pemerintahan
pengasingan.
(Disarikan dari berbagai sumber)