Cari

Kamis, 20 Oktober 2016

Posted By Muhammad Irfaan Yolanda
Kelompok :
1.     Annina Hurriyyati Tanzil                   (02)
2.     Bagaskara Dwi Wahyu Jati                (06)
3.     Muhammad Ardhian Nurul Falah       (20)
Kelas : XII IPS 2


PEMBERONTAKAN
REPUBLIK MALUKU SELATAN (RMS)


Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur. Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, setelah upayanya untuk melarikan diri, akhirnya dia berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga dapat memindahkan anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
    
Lambang RMS

1. Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS

Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Keberhasilan anggota APRIS mengatasi keadaan yang membuat masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa hambatan yang diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan kepada masyarakat, terlebih setelah teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu dengan pasukan KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh seorang kapten bernama Raymond Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di daerah Bandung. Aksi teror yang dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan korban jiwa karena dalam aksi terror tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Benih Separatisme-pun akhirnya muncul. Para biokrat pemerintah daerah memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menimbulkan bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman bahaya tersebut.
Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap parlemen NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan akhirnya kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan yang berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan supaya daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh anggota dewan yang berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena anggota dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J. Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.

2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku

Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system dari KNIL.

3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku 

Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung dengan pengikut Soumokil.
Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.
Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).

Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi hukuman tehadap :
  1. J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun
  2. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 5 Tahun
  3. D.J Gasper,  menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4 ½ Tahun
  4. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
  5. G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
  6. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun
  7. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
  8. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun
  9. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi hukuman selama 3 Tahun
  10. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi hukuman selama 4 Tahun
  11. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 7 tahun
  12. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 10 Tahun
Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang berada di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia bisa berbahasa Indonesia, namun pada saat itu ia selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga pada saat persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya dijatuhi hukuman mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.
Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di pengasingan di Negeri Belanda. Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa sampai tahun 2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.
4. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku

Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.
Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku  karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Tidak cukup dengan aksi tersebut, Anggota RMS kembali menunjukkan keberadaannya kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan untuk meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan terhadap 93 aktivis RMS. Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana pada saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, pada saat penari Cakalele masuk ke dalam lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di hadapan presiden SBY.

5.Hal unik yang mewarnai peristiwa RMS

Saat ini Tahun 2014, RMS masih berdiri, dengan pemerintahannya di Belanda. RMS mendirikan pemerintahan di Belanda dengan mengharap bantuan Belanda untuk memperjuangkan kedaulatannya di Kepulauan Maluku.  Hal itu berkaitan dengan peristiwa November 1950 dimana pertahanan RMS dapat dikalahkan pemerintah Indonesia dan pada tahun 1963, sebanyak 12.000 pendukung RMS pindah ke Belanda untuk mendirikan pemerintahan pengasingan.


(Disarikan dari berbagai sumber)

Posted By   Muhammad Irfaan Yolanda
Anggota :
Migrananto Ridho Nugroho   ( 19 )
Riska Ayu Wulandari             ( 25 )
Sri Agung Wisnu Wardhani   ( 30 )
Wasis Singgih Sasono            ( 31 )
Kelas XII IPS 2

Peristiwa Pemberontakan Andi Azis



1. Latar Belakang Pemberontakan Andi Azis

Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.

Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950 pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :
  1. Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.
  2. Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan.
  3. Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.

2. Dampak Pemberontakan Andi Aziz

Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara Nesional Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya. Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

3. Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz

Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8 April 1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan.

Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.

Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.

Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan strategi pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.

Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.




4. Meninggalnya Kapten Andi Azis

Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh duka yang mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta karena serangan jantung yang dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari Jakarta Ke Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno dan para anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam acara pemakaman Andi Azis.

5. Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis

Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah menyakiti dan membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban propaganda dari Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis adalah seorang militer sejati yang mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu, dan dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh masyarakat suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat oleh para penduduk tentang bagaimana cara menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan sejahtera.

Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu berpesan kepada anak-anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan.

Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita selama hidup di dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak kita ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari itu, alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang lain.



Sumber Gambar :


Posted By : Muhammad Irfaan Yolanda
Nama :
1.    Dyah Kusuma Al Afsyah   (10)
2.    Iqbal Farhan Hilmy          (15)
3.    Muhammad Ichbal           (21)
4.    Nurun Nubuwati              (23)
Kelas :         XII IPS 2
SMA N 1 BOYOLALI
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
1.                  Latar Belakang
            APRA merupakan pemberontakan yang paling awal terjadi setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Dalam keputusan KMB Indonesia berbentuk negara RIS, namun hal itu tidak berlangsung lama bentuk negara Indonesia kembali ke NKRI. Meski telah menjadi negara kesatuan, tidak sedikit yang menginginkan Indonesia dengan bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak pemberontakan-pemberontakan atau kekacauan-kekacauan yang terjadi pada saat itu.
            Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat muncul gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh mantan Kapten Raymond Westerling dalam dinas tentara kerajaan Belanda (KNIL). Dalam gerakan ini Westerling memanfaatkan kepercayaan rakyat akan ramalan Jayabaya mengenai kedatangan seorang ratu yang akan membawa keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.

2.                   Tujuan
Tujuan sebenarnya dari gerakan APRA adalah :
a.      Tetap berdirinya Negara Pasundan
b.      Diangkatnya APRA sebagai tentara Negara Pasundan
Akan tetapi, Hal tersebut bertentangan dengan hasil konferensi Antar Indonesia dimana Angkatan Perang Nasional adalah APRIS.
3.                  Proses
Tanggal 23 Januari 1950, APRA menyerbu kota Bandung dan membunuh anggota TNI yang dijumpai. Gerakan tersebut berhasil menduduki Markas Divisi Siliwangi.
Pemerintah segera mengirim pasukan bantuan ke Bandung. Sementara di Jakarta segera diadakan perundingan antara Perdana Mentri RIS dengan Komisaris Tinggi Belanda. Di Bandung Kepala Staf Divisi Siliwangi Letnan Kolonel Eri Sudewo menemui Panglima Divisi C tentara Belanda, Mayor Jendral Engels (Komandan Tentara Belanda) dan hasilnya Mayor Jendral Engels mendesak agar APRA segera meninggalkan kota Bandung. Setelah meninggalkan kota Bandung gerombolan APRA menyebar ke berbagai tempat dan terus dikejar oleh tentara. Berkat bantuan dari penduduk, gerakan ini berhasil dilupuhkan.
Selain di Bandung, Gerakan APRA juga diarahkan ke Jakarta. Westerling bekerja sama dengan Sultan Hamid II yang menjadi menteri Negara dalam kabinet RIS. Mereka berencana menyerang gedung tempat berlangsungnya sidang kabinet dan merencanakan akan membunuh Menteri Pertahanan yaitu Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jendral Kementrian Pertahanan yaitu Mr. Ali Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang.
Namun dengan usaha APRIS, gerakan APRA di Jakarta berhasil digagalkan. Pada tanggal 22 Februari 1950, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri dengan pesawat Catalina, sementara Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950.

4.                  Pengaruh
 Kegagalan gerakan APRA menyebabkan perasaan anti federal semakin meningkat. Pada 30 Januari 1950, R.A.A Wiranatakusumah, mengundurkan diri sebagai Wali Negara Pasundan. Pada 8 Februari 1950, Perdana Mentri Moh. Hatta mengangkat Sewaka sebagai penggantinya dengan jabatan Komisaris RIS di Pasundan.

5.                  Hal menarik Dalam Gerakan APRA
1.   Setelah diselidiki ternyata gerakan APRA didalangi oleh Sultan Hamid II. Menurut rencana gerombolan APRA akan menyerang gedung tempat kabinet di sidang. Mereka akan menculik semua menteri dan membunuh menteri pertahanan yaitu Sultan Hamengkubuono IX, sekretaris jenderal kementrian pertahanan Mr. Ali Budiarjo dan pejabat staf angkatan perang colonel T.B. Simatupang. Sebagai kamuflase, Sultan Hamid II akan di tembak dikakinya. Namun rencana ini berhasil diketahui dan digagalkan oleh APRIS.  Oleh karena itu, Sultan Hamid II kemudian ditangkap.
2.   Melalui penelusuran dan penelitian sejarawan Belanda bernama Harry Veenendaal dan wartawan Belanda, Jort Kelder. Penelusuran mengarah ke bukti-bukti adanya bantuan rahasia penyaluran senjata dari pihak Pangeran Bernhard terhadap pasukan Westerling. Bahkan ada temuan yang menunjukkan bahwa sang Pangeran sudah mengantisipasi jika kudeta itu berhasil. Yaitu permintaan bantuan kepada Jendral Douglas Mac Arthur sebagai panglima Amerika di pangkalan Pasifik untuk mengirim pasukannya, jika kudeta Westerling sukses dan menimbulkan perang saudara.
3.   Untuk mengetahui anggota KNIL, kendaraan-kendaraan yang digunakan oleh KNIL maupun KL dalam melancarkan aksinya diberi tanda segitiga orange sebagai lambang negara Belanda
4.   Westerling juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan.
5.   Gerakan APRA sebenarnya kelanjutan dari dinas rahasia militer Belanda. Diketahui bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang.

Daftar Pustaka





Posted By  :  Muhammad Irfaan Yolanda
Kelompok        : 3
Anggota           :
1.       Annina Hurriyyati Tanzil                                                                                            (02)
2.       Diana Rofita Sari                                                                                                        (08)
3.       Dyah Kusuma Al Afsyah                                                                                            (10)
4.       Gardhika Adrian Eka Laksa                                                                                        (12)
5.       Muhammad Ardhian Nurul Falah                                                                                (20)
6.       Safrida Alivia Sri Ananda                                                                                           (26)
7.       Septiani Eka Wahyu Pratiwi                                                                                       (28)
8.       Sri Agung Wisnu Wardhani                                                                                        (30)
Serangan Umum 4 Hari di Solo

Serangan umum 4 hari berlangsung pada tanggal 7 -10 Agustus 1949 secara gerilya dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa sehingga mereka dikenal sebagai tentara pelajar. Serangan ini digagas dikawasan monumen juang 45, Banjarsari, Solo. Para pejuang bekumpul di desa Wonosido Kabupaten Sragen. Darisitulah ide untuk melakukan serangan umum di kobarkan. Para pejuang tidak bergabung dalam Detasmen II brigade 17 yang dipimpin Mayor Ahmadi. Serangan dilakukan dari empat penjuru kota Solo. Rayon I Polokarto dipimpin oleh Suhendro, Rayon II dipimpin oleh Sumarto, Rayon III Komandan Prakosa, Rayon IV Komandan Latif, Rayon dipimpin Hartono. Pada pertengahan pertempuran Slamet Riyadi dengan Brigade V ikut bergabung.
Kegagalan Belanda dalam mempertahankan Solo akhirnya memaksa Perdana Menteri Drees mengakomodasi tuntutan delegasi Indonesia sebelum menghadiri KMB. Pada 7 Agustus 1949 pukul 06.00 pagi pasukan Arjuna menyusup dan menguasai kampong-kampung di kota Solo. 8 Agustus 1949 pertempuran berlangsung hingga tengah malam yang dibantu oleh TNI disekitar pasar kembang, namun Belanda mencium rencana itu sehingga menangkapi penduduk sekitar. Terdapat 26 orang termasuk wanita dan anak-anak ditangkap Belanda. 24 diantaranya dihabisi, terdiri dari 10 orang laki-laki, 6 wanita, dan 8 anak-anak.
Pada tanggal 9 agustus 1949 Belanda semakin membabi buta dan membalas serangan dibantu oleh pasukan KST (Korps Speciale Troepen) menembak setiap lelaki yang dijumpainya.  Sehingga Komandan Seksi I Kompi I Sahir gugur, hari keempat pada tanggal 10 Agustus 1949 sebagaimana diperintahkan oleh Komandan Wehrkreise I Brigadir V, Letkol Slamet Riyadi TNI melaksanakan serangan perpisahan menandai akhir masa Serangan Umum 4 Hari. Sehingga meningkalkan moril pasukan gerilya. Pertempuran itu berlangsung hingga tengah malam menjelang dimulainya gencatan senjata 11 Agustus 1949.
Sementara itu, pihak tentara Belanda sebagai pembalasan tewasnya 2 anggota KL pada hari yang semestinya sudah berlaku gencatan senjata namun mereka memaksa penduduk laki-laki maupun wanita untuk keluar rumah kemudian membakar rumah mereka, dan membantainya. Dalam pertempuran selama 4 hari tersebut, 109 rumah penduduk porak poranda, 205 penduduk meninggal, 7 serdadu Belanda tertembak, dan 3 orang tertawan. Sedangkan dipihak tentara 6 orang gugur. Serangan umum tentara pelajar Solo kala itu terbukti berhasil memperkuat posisi tawar politik perjuangan diplomasi RI di KNB Denhag, Belanda. Sehingga dicapainya kedaulatan RI pada 27 Desember 1949, peristiwa ini sama pentingnya dengan proklamasi. Karena peristiwa ini adalah lahirnya RI yang diakui oleh semua negara di dunia.
LATAR BELAKANG
Seruan gencatan senjata disamapaikan pihak Belanda maupun Republik Indonesia sejak 3 Agustus 1949, namun baru terealisasi tanggal 11 Agustus pukul 00.00.

Ketika Yogyakarta sedianya sudah dikuasai republik sebagai dampak dari serangan umum 1 Maret 1949 dan penyerahan Ibu Kota dari Belanda pada bulan Juli , tak jauh dari Yogya masih terjadi bentrokan, khususnya Kota Surakarta. Di Surakarta bahkan terjadi adu kekuatan yang tak kalah dahsyat dari serangan umum 1 Maret.