Disusun Oleh :
1. Annisa Rahmadhika Widowati (03)
2. Argayoga Laksana Satya Graha (04)
3. Diza Wahyu Ardhiansyah (09)
4. Jihan Nurom Bidayah (17)
5. Migrananto Ridho Nugroho (19)
6. Safrida Alivia Sri Ananda (26)
7. Septian Adi Hananto (29)
Keadaan Politi dan Ekonomi Masa Orde Baru
A. LATAR
BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU
a)
Terjadinya peristiwa 30 September 1965
b)
Karena gerakan 30 September 1965 keadaan politik dan
keamanann menjadi kacau ditambah konflik di kalangan angkatan darat serta
menyebabkan keadaan ekonomi yang semakin kacau dimana inflasi mencapai 600%
c)
Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk
peristiwa pembunuhan besar-besaran oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi
menuntut agar Pki dan ormasnya dibubarkan, serta tokoh-tokokh nya diadili.
d)
Kesatuan aksi mahasiswa (KAMI, KAPI, KAPPI, KASI, dll)
yang ada dimasyarakat bergabung membentuk kesatuan aksi berupa “Front
Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk
menghancurkan tokoh yang terlibat dengan pergerakan 30 September 1965.
e)
Upaya Reshuffle Kabinet Dwikora pada 21 Februari 1996
dan pembentukan kabinet 100 menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat
menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa
30 S/PKI
f)
Wibawa dan kekuasaan presiden Soekarno semakin menurun
karena setelah upaya mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa 30
S/PKI tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa.
g)
Sidang paripurna Kabinet dalam rangka mencari solusi
dari masalah yang sedang bergejolak tidak juga berhasil. Maka presiden
mengeluarkan surat perintah 11 Maret 1966 yang ditujukan kepada Letjen Soeharto
guna megambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang
semakin kacau.
B.
PERKEMBANGAN KEKUASAAN ORDE BARU
1)
Penataan Ekonomi
Pada masa Orde Baru, pemerintah berorientasi pada
usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha pengendalian inflasi.
Untuk mengatasi keadaan ekonomi tersebut, pemerintah orde baru melakukan
kebijakan-kebijakan yaitu :
a.
Stabilitas dan rehabilitas ekonomi, dilakukan dengan
cara mengadakan operasi pajak dan menghapuskan kredit impor.’
b.
Penjadwalan hutang luar negeri, presiden Soeharto
melakukan pendekatan dengan negra-negara maju untuk penundaan utang Indonesia
dan mendapat pinjaman luar negeri.
2)
Membangun Perekonomian Nasional
Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur secara merata,
a.
Pelaksanaan pembangunan
Sasaran pembangunan yang hendak dicapai adalah
mencukupi kebutuhan sandang, pangan, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, dan
perluasan lapangan kerja.
b.
Hasil-hasil pembangunan
Hasil ini diperoleh dari hasil Perencanaan Pembangunan
Lima Tahun yang dimulai dari pelita I – IV, dengan sektor :
a)
Pertanian
b)
Industri
c)
Energi
d)
Prasarana
3)
Politik Dalam Negeri
Hal yang termasuk dalam
penataan politik dalam negeri, yaitu sebagai berikut.
1) Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli
2966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma
Kabinet Ampera, yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai
persyaratan untuk meaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang
disebut Catur Karya Kabinet AMPERA yaitu Sebagai berikut:
a)Memperbaiki kehidupan rakyat, terutama dalam
bidang sandang dan pangan.
b) Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu,
yakni 5 juli 1968.
c) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif
untuk kepentingan nasional.
d) Melanjutkan perjuangan anti-imperalisme dan anti-kolonialisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya,
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968
menerapkan Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun, dibentuklah
kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut
dengan Pancakrida, yang meliputi sebagai berikut:
a) Penciptakan stabilitas politik dan ekonomi.
b) Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan
Lima Tahun Tahap pertama.
c) Pelaksanaan Pemilihan Umum.
d) Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 30 Septembr 1965
PKI.
e) Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan
dan daerah dari pengaruh PKI.
2) Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Soeharto sebagai pengemban supersemar guna menjamin
keamanan, ketenangan, serta kestabian jalannya pemerintahan, melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a) Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang
diperkuat dengan dikukuhkannya ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966.
b) Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa
PKI sebagai organisasi terlarang di indonesia.
c) Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15
orang menteri yang dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 PKI. Hal
ini disebabkan muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden
untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3) Penyederhanaan dan pengelompokan partai politik
Setelah pemilu 1971, dilakukan penyederhanaan jumlah
partai, tetapi bukan berarti menghapus partai tertentu sehingga dilakukan
penggabungan (fusi) sejumlah partai. Dengan demikian, pelaksanaanya kepartaian
tidak lagi didasarkan pada ideologi, tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuasaan sosial-politik, yaitu sebagai
berikut:
a) Partai persatuan pembangunan (PPP) merupakan fusi
dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5
Januari 1973 ( kelompok partai politik Islam).
b) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi
dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo ( Kelompok partai
politik yang bersifat nasionalis).
c) Golongan Karya (Golkar).
4) Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan
pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun
sekali, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Penyelenggaraan
Pemilu yang diatur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di indonesia sudah
tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas
Luber ( Langsungm Umum, Bebas, dan Rahasia). kenyataannya, pemilu selama masa
Orde Baru diarahkan pada kemenangan peserta tertentu, yaitu Golongan Karya
(Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang
selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah karena terjadi
mayoritas suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto
menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. setiap
Pertanggungjawaban, Rancangan Undang-Undang, dan usulan lainnya dari pemerintah
selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
5) Dwifungsi ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah
menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagau peran hamkan dan sosial, Peran
ABRI ini dikenal dengan tentara pejuang dan pejuan tentara. Kedudukan TNI dan
Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka
mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didarkan
pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
6) Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto
mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila,
yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan
sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1987 mengenai "Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde Baru meka sejak tahun
1978 menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan
masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Tujuan dari Penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan
persatuan dan kesatuan nasional akan dibentuk dan terpelihara. Melalui
penegasan tersebut, opini rakyat akan mengara pada dukungan yang kuat terhadap
pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukan bahwa
pemerintah Orde Baru telak memanfaatkan Pancasila. Hal ini tampak dengan adanya
imbauan pemerintah tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan
pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentu indoktrinasi
ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem
budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7) Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di
Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969
4)
Politik Luar Negeri
Di
samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga
mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini
upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri:
1)
Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Indonesia
kembali menjadi anggota PBB dikarekanan adanya desakan dari komisi bidang
pertahanan keamanan dan luar negeri DPR-GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada
tanggal 3 juni 1966, akhirnya disepakati bahwa indonesia harus kembali menjadi
anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab
kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini
dikarenakan indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh indonesia
selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi
akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.
Kembalinya
indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak
PBB sendiri hal ini ditunjukan dengan ditunjukannya Adam Malik sebagai Ketua
Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya indonesia menjadi
anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumah
negara seperti India, Filipina, Thailand, Australia dan sejumlah negara lainnya
yang sempat renggang dengan akibat politik konfrontasi Orde Lama.
2)
Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap
politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan
pada masa G 30S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC
dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3)
Normalisasi hubungan dengan beberapa negara
a)
Pemulihan hubungan dengan singapura
Sebalum
pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan
Singapura dengan perantara Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar).
Pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura
pada tanggal 2 juni 1966 yang disampaikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew.
Akhirnya, pemerintah Singapura pun menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik.
b)
Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi
hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok
pada 29 Mei - 1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi
sebagai berikut:
Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan
kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam
Federasi Malaysia.
Pemerintah kedua belah pihak menyetujui
pemulihan hubungan diplomatik. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak
akan dihentikan.
Peresmian persetujuan pemulihan hubungan
Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di jakarta
(Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan
di masing-masing negara.
Peran
aktif Indonesia juga ditunjukan dengan menjadi saah satu negara pelopor
berdirinya ASEAN. Menteri luar negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar
negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mendatangani
kesepakata yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967.
Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.